Welcome to my Comic Blog

Terima kasih sudah mampir. Silahkan baca-baca dan jangan lupa kasih komentar dan masukannya.

Minggu, 12 Oktober 2008

Belajar Moral dari Komik (1)


Belajar moral dari komik? Apa mungkin? Ya mungkin lah. Karena dalam segala alkisah yang ditulis, nilai moral biasanya menjadi dasar yang ingin disampaikan melalu cerita. Yang baik selalu menang melawan si jahat, yang jujur akhirnya mujur atau si malas akan menuai buah tabiatnya. Tentunya jenis moral cerita sangat beragam, hampir sebanyak jumlah kisah itu sendiri.

Berbicara mengenai moral cerita dari komik, paling tidak saat ini saya teringat dua cerita yang sangat berkesan bagi saya dari segi moralnya. Yang pertama adalah "Powers: Who Killed Retro Girl" (sudah diterbitkan di Indo oleh PMK). Pada bagian dimana sang pembunuh terungkap dan harus digiring oleh polisi menuju pengadilan, seorang superhero menghajarnya dengan tembakan yang langsung meluluhlantakan si pembunuh menjadi gumpalan debu. Bukan itu yang berkesan, tetapi kata2 si superhero setelah ia melakukan main hakin sendiri. "Pengadilan hanya akan memberikan ketenaran bagi serangga yang tidak layak mendapatkannya."

Waduh! Dalem. Saya jadi inget sama si Oerip jaksa korup, yang kian tenar karena expsosure di tv, lalu ada si jagal dari jombang yang juga makin tenar layaknya selebriti. Banyak lagi nama-nama lain yang takutnya kalo saya sebut justru bikin mereka tambah tenar. No way lah. Karena televisi sudah menjadi media ketenaran, siapapun ingin jadi tenar. Biar germo yang cuma muncul sebagai siluet dengan suara dipalsukan, atau copet, atau mantan rampok (yang korbannya rampokannya tetap trauma), bersedia muncul di tv demi ketenaran, dengan definisi mereka sendiri-sendiri. Begitu meracunnya ketenaran sehingga orang bersedia melakukan apa saja untuk itu. Di dunia barat sana, beberapa kali kita lihat dalam bentuk tema cerita film, begitu dalam keinginan untuk tenar dapat menjadikan seseorang melakukan hal yang paling terkutuk sekalipun.

Di negara kita, pertimbangan moral untuk perlu atau tidaknya memberikan ketenaran bagi para "serangga" tidak dilakukan. Tukul dalam acara Empat Mata-nya sengaja mengundang seorang pencopet (atau mantan -- gak ada bedanya, toh dompetnya belum pada dibalikin) untuk diwawancara, baik teknik maupun pengalamannya. Gila! Tukul memang ngga pinter2 amat, tapi mengundang pencopet untuk wawancara? Saya ngga tega harus nyebut apa... Di kesempatan lain, Andy Noya di acara Kick Andy mengundang mantan perampok sebagai bintang tamunya. (Bung Andy, saya suka ketika anda mendatangkan manusia2 yang berguna dan inspiratif, tapi please jangan lagi undang mantan penyandang profesi2 tercela ke dalam acara anda). Produser acara memang suka ketika tayangannya diperbincangkan orang untuk beberapa hari kedepan, dan rasanya hanya untuk hal seperti itu they're willing to go to hell and back. Semua hanya demi sedikit bumbu acara agar menjadi sensasional.

Di tahun 80-an, ada gerakan rahasia di negeri ini untuk membasmi para preman. Istilah Petrus atau Penembak Misterius begitu populer. Mereka yang memang preman atau yang bertato harus hidup dibayangi ketakutan. Banyak pagi ketika di ujung jalan, di dalam tong sampah, di bawah timbunan koran ditemukan mayat-mayat bertato. Suatu cara untuk menghindarkan para serangga masyarakat dari "ketenaran". Tak perlu pengadilan, tak perlu hak asasi, tak perlu basa basi. Buktinya cara yang dianggap tak manusiawi oleh sekelompok orang (yang belum pernah jadi korban kejahatan) ini manjur menurunkan angka kejahatan. Petrus jadi superhero masa itu dan jika komik Powers sudah ada waktu itu, bisa jadi komik ini dituduh memprovokasi ide main hakim sendiri.

Balik lagi ke komik, si superhero di Powers mungkin tidak dapat dibenarkan ketika melakukan main hakimnya sendiri, tetapi dia mengucapkan pembenaran yang sangat masuk akal. Memang begitu kenyataannya, pembenaran harus acapkali bertolak belakang dengan kebenaran, sekalipun itu benar adanya... nah, bingung kan.

Tidak ada komentar: